Text
KEWENANGAN APARAT PENEGAK HUKUM DALAM MELAKUKAN PENYADAPAN PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI
ABSTRAK
Penggunaan alat perekam dan hasil rekaman merupakan bagian dari proses penyidikan perkara pidana dapat dikatakan sebagai bentuk pelanggaran privasi apabila yang tidak dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan Kepolisian, Kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum lainnya seperti yang ditetapkan berdasarkan undang-undang dinyatakan illegal oleh Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU-XIV/2016, sehingga pengaturan mengenai kewenangan, substansi maupun prosedur seharusnya diatur dalam undang-undang. Permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah pengaturan mengenai kewenangan penyadapan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum sebelum dan setelah putusan Mahkamah Konstitusi No. 20/PUU-XIV/2016 beserta konsekuensi hukumnya. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif. Pendekatan penelitian yang digunakan yaitu pendekatan perundang-undangan. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh melalui bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Dari hasil penelitian, simpulan yang diperoleh adalah pengaturan kewenangan lembaga penegak hukum tertentu untuk melakukan penyadapan dalam hukum positif Indonesia masih diatur dalam beberapa peraturan internal perundang-undangan yang di didalamnya memuat kewenangan mengenai penyadapan masing-masing lembaga dan penyadapan yang tidak dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan Kepolisian, Kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum lainnya.
Kata kunci : Kewenangan, Penegak Hukum, Penyadapan
17/FH.USM.SKP/044 | SKP A131130099 | Perpustakaan Fakultas Hukum (SKP 2017) | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain